JEPARA – Di tengah derasnya arus industri modern yang mulai meninggalkan kerja tangan, Rumini (47), Ketua Paguyuban Pengukir Perempuan R.A. Kartini, tetap setia menekuni profesinya sebagai pengukir kayu. Baginya, seni ukir bukan sekadar mata pencaharian, melainkan bagian dari hidup yang telah menyatu sejak masa remaja.
Perempuan kelahiran Jepara, 4 Juli 1978 itu mulai belajar mengukir pada usia 13 tahun, tak lama setelah lulus sekolah dasar. “Saya belajar mengukir secara gratis kepada Pak Sadi di Desa Sukodono. Setelah dua tahun belajar, beliau menghadiahi saya satu set pahat,” ujarnya saat ditemui di LPPL Radio Kartini FM, Jumat (24/10/2025).
Sejak menerima pahat pemberian gurunya, Rumini tak pernah lepas dari dunia ukir. Sejak 1994, ia bekerja di berbagai bengkel mebel, mulai dari pengrajin lokal hingga perusahaan ekspor yang mengirim produknya ke Korea, Turki, dan Malaysia.
Ketekunannya membuahkan banyak penghargaan. Pada 2022, Rumini meraih Juara II Lomba Ukir Jepara, disusul Juara I Lomba Ukir Perempuan 2024. Di tahun yang sama, ia menerima Kartini Awards 2024 sebagai Perempuan Pelestari Seni Ukir. Salah satu karyanya bahkan kini menghiasi ruang kerja Wakil Menteri HAM RI, Mugiyanto.
Meski pesanan ukiran sempat menurun beberapa tahun terakhir, Rumini tak tergoda meninggalkan profesinya. “Banyak teman yang beralih ke pabrik, tapi saya tetap di ukiran. Ini sudah jadi bagian hidup saya,” kata dia.
Dari hasil ukirannya, Rumini memperoleh penghasilan antara Rp80 ribu hingga Rp125 ribu per hari. Bersama sang suami, Sutrisno, yang bekerja sebagai tukang kayu, mereka mampu menyekolahkan anak pertama hingga lulus sarjana akuntansi di Unisnu Jepara, sementara anak bungsunya kini duduk di bangku SMA Negeri 1 Tahunan.
Selain bekerja, Rumini aktif membimbing warga dan mahasiswa yang datang belajar mengukir di rumahnya. Ia menganggap berbagi ilmu sebagai bentuk tanggung jawab menjaga warisan daerah. “Kalau tidak diturunkan, siapa lagi yang akan meneruskan? Saya senang kalau ada yang mau belajar,” tuturnya.
Di bengkel kecilnya di RT 4 RW 2, Desa Senenan, Kecamatan Tahunan, denting pahat masih terdengar setiap hari. Di tengah gempuran teknologi industri, suara itu menjadi penanda bahwa seni ukir tradisional Jepara tetap hidup dan terus diwariskan lintas generasi.
Kepala Bidang Komunikasi Diskominfo Jepara, Wahyanto, menilai keteguhan para pengukir perempuan seperti Rumini berperan besar dalam menjaga eksistensi seni ukir Jepara. “Konsistensi mereka menjadi inspirasi. Pemerintah daerah terus berupaya memberikan pelatihan dan dukungan promosi agar seni ukir tidak kehilangan generasi penerus,” ujarnya.
Senada, Ketua Yayasan Pelestari Ukir Jepara, Hadi Priyanto, menyebut Rumini sebagai contoh nyata ketahanan seni tradisional di tengah tekanan ekonomi. “Di saat banyak pengukir berpaling ke sektor lain, Rumini menunjukkan bahwa seni ukir memiliki nilai lebih dari sekadar keuntungan. Ia mewakili jati diri Jepara,” tuturnya. (DiskominfoJepara/AP)
 
	
Leave a Reply